Ear For Your Stories a.k.a Lapak Curhat
Oleh: Agnesia Linda
Suatu malam dan aku lupa hari dan tanggalnya, aku dapat undangan dari Hindra (Hindra Setya Rini, red.) untuk datang ke forum Lapak Curhat di Laki Bini Resto. “Tapi kan aku nggak ikutan curhat kemaren. Emangnya nggak papa? Trus acaranya entar ngapain, beb? Evaluasi proyekmu, pho?” tanyaku ke Hindra. Dia cuma menjelaskan bahwa itu bukan forum evaluasi proyek Ear for Your Stories a.k.a Lapak Curhat, tapi adalah tentang mendengarkan dan didengarkan. Penjelasannya cukup menarik tapi masih sangat ambigu, aku sama sekali tidak mendapatkan gambaran isi forum; apa yang akan terjadi dan entar aku harus gimana atau ngapain.
Malam minggu itu dan aku lupa tanggalnya, dengan ketidaktahuanku tentang isi acara forum, aku datang ke Laki Bini tiga puluhan menit sebelum forum dimulai. Aku bertanya sekali lagi pada Hindra tentang nanti mau ngapain. Masih dengan jawaban yang sama tapi ada tambahan sedikit, Hindra menjelaskan bahwa nanti forumnya tidak formal, dibuat semengalir mungkin, santai dan enjoy agar semuanya bisa mendengarkan dan didengarkan. “Mendengarkan dan didengarkan” sebenarnya itu adalah pesona penjelasan Hindra yang membuatku datang karena penasaran.
Di ruang pojok kiri paling depan bangunan Laki Bini Resto yang biasanya dipakai untuk galeri, sebelas orang beserta Hindra duduk di kursi yang diatur dengan melingkar hingga setiap orang bisa saling memandang. Ada teh hanggat dan cemilan yang juga disediakan di atas meja di pojok ruangan. Hindra membuka forum dengan ucapan selamat datang dan disambung oleh Deska (pemilik Laki Bini Resto) yang sepertinya akan menjadi moderator forum. Kemudian ia mempersilahkan empat orang diantara kami yaitu Putik, Miranda, Asita dan Ani Himawati, satu persatu membacakan tulisan yang mereka bawa. Keempat tulisan itu terkesan seperti cerpen. Semuanya berisi tentang kisah cinta dengan beragam latar peristiwa dan gejolak psikologis tokohnya. Hindra menjelaskan bahwa keempat cerita tersebut adalah penulisan ulang isi curhat pada proyek Ear for Your Stories a.k.a Lapak Curhat yang dilakukan di sepanjang bulan Oktober 2009. Keempat cerita tersebut ditulis ulang oleh si empunya cerita alias “curhater” yang bersedia berbagi kisah curhatnya ke lebih banyak orang, selain Hindra “si juru curhat”.
Pembicaraan kemudian bergulir mengarah pada empat cerita yang telah dibacakan. Beberapa orang angkat bicara memberikan komentar-komentar, menyampaikan persepsinya, dan bahkan ada yang sempat memberikan semacam solusi. Saat itu di kepalaku muncul semacam koridor pikir tentang isi forum; mungkin keempat cerita itu merupakan hasil akhir dari proyek Ear for Your Stories a.k.a Lapak Curhat yang digarap Hindra, yang diwujudkan dalam bentuk seni berupa cerpen. Pemikiran itu berdasarkan pada referensiku tentang sosok Hindra, si pemilik proyek yang berlatar belakang teater dan juga penulis. Ide proyek Ear for Your Stories a.k.a Lapak Curhat berangkat dari ketertarikan Hindra pada story telling yang ia dalami melalui prosesnya berteater. Tapi story telling di sini diwujudkan dalam bentuk curhat interpersonal yang bener-bener intim, semacam bercerita dengan orang lain tentang apa yang benar-benar kita rasakan dan pikirkan. Bukan monolog, bukan invisible theater atau bentuk-bentuk kesenian lain semacamnya. Kalau bisa dibilang, Lapak Curhat Hindra mirip dengan konseling psikologi―tapi bukan itu. Hindra tidak berlatar belakang psikologi, dia adalah seorang seniman. Lalu Ear for Your Stories a.k.a Lapak Curhat ini apakah bisa kemudian disebut sebagai perwujudan lain dari seni atau kesenian?